Friday, November 5, 2010

Pantai Sadeng Menyimpan Petilasan Jaman Prasejarah

Pantai Sadeng Yogyakarta atau Jogjakarta

Sungai Bengawan Solo mengalir tenang digunakan dari hulu di wilayah utara dan bermuara di Pantai Sadeng yang kini berada di Kabupaten Gunung Kidul. Empat juta tahun yang lalu, bagaimanapun, proses geologi terjadi. Australia slab masuk ke bawah Pulau Jawa, menyebabkan Tanah Jawa naik perlahan-lahan. Kursus sungai tak bisa melawan hingga akhirnya aliran pun berbalik ke utara. Baris tua kemudian dikeringkan karena tidak ada lagi air yang mengalir. Wilayah ini menjadi kaya akan bukit-bukit kapur yang menurut beberapa penelitian, semula merupakan karang-karang di bawah permukaan laut.

Kini, bekas aliran sungai yang populer lewat lagu keroncong berjudul Bengawan Solo ciptaan Gesang itu menjadi objek wisata menarik. Selain melayani sebagai objek wisata, Sadeng, yang merupakan muara sungai, merupakan salah satu pelabuhan ikan terbesar di Yogyakarta. Keduanya menjadi situs geologi. Begitu, ada paket wisata perjalanan Bengawan Solo Purba hingga muaranya.

Dalam perjalanan ke Sadeng, kita dapat melihat beberapa ratus meter dari Sungai Bengawan Solo Purba. Kita bisa melihat garis setelah tiba di sebuah papan biru dengan tulisan "Girisubo - Ibukota Kecamatan". Turun dari kendaraan Anda dan melihat dengan hati-hati di bekas aliran sungai dan merekam dengan kamera Anda.

 Ada dua bukit kapur yang tinggi papan sebuah dataran rendah yang digunakan untuk menjadi garis sungai. Dataran rendah yang kini berfungsi sebagai bidang bagi masyarakat lokal untuk menanam sayuran lengkungan indah sejauh 7 kilometer utara wilayah Pracimantoro di Kabupaten Wonogiri. The bends begitu menggoda bahwa mata kita harus melihat mereka.

Jalur aliran juga bisa dieksplorasi ke arah selatan hingga muara mantan di Pantai Sadeng. Salah satu nelayan mengatakan bahwa muara sungai Bengawan Solo Purba berada di pantai timur, wilayah yang saat ini merupakan bagian dari pelabuhan ikan. Meskipun demikian, menjelajahi ke selatan tidak seindah yang di utara karena garis Pantai Sadeng akan tidak dalam arah yang sama dengan aliran sungai terbesar di Jawa.

Ketika kami sampai ke pantai, kita akan melihat pemandangan yang berbeda. Wilayah pantai juga mengalami perubahan seperti garis sungai yang kini berfungsi sebagai lapangan sayuran. Pantai Sadeng kini berfungsi sebagai pelabuhan ikan yang paling maju di Yogyakarta. Hal ini dapat dilihat dari ketersediaan perahu motor besar, pompa bensin, tempat penampungan bagi nelayan dan pusat pelelangan ikan dan koperasi nelayan.

Pengembangan Sadeng sebagai pelabuhan ikan memiliki cerita tersendiri. Sekitar tahun 1983, sekelompok nelayan dari Gombong, Jawa Tengah datang ke tempat ini. Mereka menganggap Sadeng sangat berpotensi sebagai tempat melaut. Tantangannya cukup berat, tidak hanya gelombang besar, tetapi juga kepercayaan masyarakat lokal yang melarang orang untuk pergi laut dan pantai yang diyakini mistik.

Salah satu nelayan, Pairo, mengatakan kepada saya bahwa nelayan dari Gombong percaya bahwa setiap orang bisa masuk ke Pantai Sadeng. Jadi, siapa pun yang berani tinggal di Sadeng akan hidup. Akhirnya, nelayan dari Gombong hidup dan membuat hidup mereka dengan hasil tangkapan mereka di tempat itu.

Sejak itu, daerah tersebut terus berkembang. Pada tahun 1986, pusat pelelangan ikan dan dibangun pelabuhan yang dilengkapi mercusuar untuk mendukung aktivitas perikanan dibangun. Dalam 1989s, sebuah koperasi untuk nelayan dibentuk. Pada tahun 1995, kantor yang mengurus hasil tangkapan ikan yang juga berfungsi sebagai tempat penampungan untuk para nelayan diorganisasi.

 Kita akan melihat perkembangan perikanan di Sadeng dengan mengunjungi semua bagian pantai. Kita akan melihat nelayan yang membersihkan perahu, mengangkut ikan ke pusat acution, menggiling es batu untuk dimasukkan dalam kotak ikan sebelum didistribusikan, dan sejumlah ibu-ibu mengasuh anak-anak di pondokan. Semua orang sibuk dengan aktivitas perikanannya.

 Mengunjungi Sadeng bagaikan menyaksikan sebuah proses evolusi. Sepanjang jalan, kita dapat mengingat evolusi dataran rendah dari garis Bengawan Solo Purba dari waktu pada saat air masih mengalir dengan kondisi di mana garis perubahan fungsinya sebagai suatu bidang di mana masyarakat setempat menanam sayuran. Sementara itu, mengunjungi pantai tampaknya seperti mengingat pantai yang digunakan untuk menjadi muara yang tenang dan sekarang itu menjadi pelabuhan ikan terbesar di Yogyakarta.

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Powerade Coupons